PERENCANAAN PENANAMAN TANAMAN OBAT KELUARGA
PERENCANAAN PENANAMAN TANAMAN OBAT
KELUARGA
Samsudin
Nim : 1710517210017
Mahasiswa
Program Studi Proteksi Tanaman
Fakultas
Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
E-mail
: Samproteksi@gmail.com
Bangsa
Indonesia sudah sejak dulu memanfaatkan hasil alam untuk kelangsungan hidup.
Salah satu hasil alam yang telah dikembangkan adalah tumbuhtumbuhan yang
digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Ramuan tanaman
obat inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan “jamu”. Karena berkhasiat
untuk menjaga kesehatan tubuh maka minum jamu dalam masyarakat Jawa menjadi
suatu kebiasaan yang diwariskan turun temurun, dari generasi ke generasi. Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat terutama yang tinggal di
perkotaan perlahan-lahan mulai meninggalkan kebiasaan minum jamu. Hal ini
disebabkan oleh perubahan pola pikir dengan masuknya kebudayaan barat yang
memengaruhi gaya hidup masyarakat dan hadirnya produk-produk kesehatan baru
yang lebih modern (Departemen Kesehatan RI, 1983).
Pemanfaatan
pekarangan sebagai sarana budidaya tanaman obat telah dikenal dalam konsep
Tanaman Obat Keluarga (TOGA), yaitu tanaman hasil budidaya rumahan yang
berkhasiat sebagai obat. Kebiasaan menanam tanaman obat di pekarangan rumah dan
pemanfaatanya sudah sejak lama dilakukan oleh para ibu rumah tangga (Supardi et al., 2010).
Faktor
yang mempengaruhi penggunaan TOGA oleh ibu rumah tangga yaitu pengalaman
pribadi, usia, pendidikan, informasi dari luar (televisi, radio, internet),
pendapatan serta faktor sosial dan budaya. Dalam hal ini sikap ibu rumah tangga
mempengaruhi perilaku konsumsi tanaman obat keluarga misalnya tentang
penghematan keuangan saat memilih dan mengonsumsi obat-obatan, apakah
menggunakan obat tradisional ataupun obat modern (Supardi et al., 2010).
Dewasa
ini banyak masyarakat beralih ke pengobatan menggunakan tanaman obat namun
untuk penggunaan dan menata tanaman tersebut tidak semua mengetahui akan hal
ini, selain itu banyaknya peralihan fungsi lahan yang banyak dijadikan
perumahan sehingga terbatasnya ruang gerak masyarakat dalam menanam tanaman
khususnya tanaman obat, di kala pandemi ini mulai digalakkan kembali penanaman
tanaman obat yang dapat meningkatkan stamina tubuh agar tidak mudah terserang
sakit. Tanaman obat selain dapat menjadi obat dapat pula dimanfaatkan sebagai
tanaman pagar hidup, sebagai buah bahkan menambah keindahan dengan bunganya.
Dalam
menanam tanaman obat perlu juga memerhatikan tri stimulus AMAR yaitu sebagai
berikut :
Stimulus
Alamiah artinya dalam menanam tanaman obat perlu menimbangkan aspek nilai-nilai
kebenaran dari alam, kebutuhan yang berkelanjutan sumber daya alam hayati
sesuai dengan karakter bioekologisnya. Dalam hal ini tanaman obat harus ditanam
sesuai dengan bioekologi tanaman tersebut sehingga dapat memberikan hasil yang
diharapkan terutama kandungan khasiatnya.
Stimulus
Manfaat artinya dalam menanam tanaman obat perlu menimbangkan nilai-nilai
kepentingan untuk manusia dalam segi hal ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis/ekologis
dan lainnya. Dalam hal tanaman obat berarti manfaat yang diharapkan adalah
khasiat nya yang dapat mengobati suatu penyakit serta dipercaya dapat
menyembuhkan oleh masyarakat kalangan tertentu.
Stimulus Religius (Rela) artinya dalam menanam tanaman obat perlu menimbangkan aspek religius/ kebaikan dengan mengingat sang pencipta alam, nilai spiritual, nilai agama, nilai pahala, kebahagian, budaya tradisional, kepuasan batin. Dalam hal ini dengan menanam tanaman obat dapat menyediakan oksigen bagi orang sekitar, selain itu beberapa tanaman obat dipercaya dalam prosesi upacara tertentu untuk menambah sacral acara tersebut serta membuat pikiran dan hati menjadi bahagia dengan menanam tanaman obat tersebut.
Adapun
tanaman obat yang dilakukan pengamatan disini adalah sebagai berikut beserta
penataan letak/ tempat/ manfaat tanaman obat tersebut.
1.
Brotowali (Tinospora cordifolia)
Tanaman brotowali memiliki nama latin Tinosnia cordifolia, dikenal pula dengan
nama lokal yaitu daun gadel (Jawa), antawali dan bratawali. Tanaman ini
termasuk jenis tanaman yang membutuhkan banyak sinar matahari serta merambat
sehingga tanaman ini perlu penopang atau ajir agar tumbuh tanamann ini teratur.
Tanaman ini sering dimanfaatkan yaitu bagian batang sebagai pengobatan rematik,
memar, sakit kuning, cacingan dan batuk. Air rebusan daunnya dimanfaatan
sebagai mengobati penyakit kulit seperti kudis dan gatal-gatal, sementara
rebusan batang dan daun dimanfaatkan sebagai mengobati penyakit diabetes hal
ini karena ekstrak etanol dari daun brotowali tersebut (Pujilestari dan Pratiwi,
2009).
2.
Lengkuas (Alpinia galanga)
Tanaman
lengkuas memiliki nama latin yaitu Alpinia
galanga, dalam bahasa lokal tanaman ini disebut lengkueus (Aceh), halas (Batak
Toba), laja (Sunda) dan laos (Jawa). Lengkuas termasuk dalam famili Zingiberaceae sama seperti jahe, ciri
khas dari tanaman ini adalah terletak pada bagian luar rimpang berwarna coklat
agak kemerahan atau kuning hijau pucat. Adapun bagian yang sering dimanfaatkan
adalah bagian rimpangnya yaitu sebagai berbagai macam baik sebagai obat maupun
bumbu masakan. Lengkuas sendiri dapat ditanam di dalam pot karena
pertumbuhannya yang tidak terlalu cepat. Lengkuas sendiri dapat mengobati
penyakit kulit seperti panu, mengobati rematik, meningkatkan stamina dan
menambah nafsu makan.
3. Beluntas (Pluchea indica)
Tanaman
ini beluntas memiliki nama latin Pluchea indica,
tanaman ini memiliki nama lokal yaitu luntas (Jawa), lamutasa (Makasar) dan
baruntas (Sunda). Tanaman ini termasuk tanaman obat yang dapat dijadikan pula
tanaman pagar hidup, selain itu ciri khas tanaman ini yaitu aroma daunnya yang
khas jika diremas-remas. Helaian daun beluntas berbentuk oval elips atau bulat
telur terbalik dengan pangkal daun runcing dan tepi daunnya bergerigi. Bunga
tanaman ini memiliki tabung tabung kepala sari berwarna ungu,dan tangkai putik
dengan 2 cabang ungu yang menjulang jauh (Khodaria, 2013). Dalam hal pengobatan
beluntas dipercaya dapat sebagai obat antipiretik , sakit pinggang dan
mengelurkan keringat pada demam (Pramanik et
al., 2007).
4.
Jambu biji (Psidium guajava)
Tanaman jambu biji memiliki nama latin Psidium guajava, selain itu memiliki nama lokal yaitu jambu batu, jambu siki dan jambu klutuk. Tanaman ini termasuk tanaman buah yang merupakan tanaman jenis perdu. Ciri khas dari tanaman ini pada batang yaitu bagian epidermis sangat tipis sehingga mudah terkelupas, pada tanaman Jambu biji selain dapat dimakan buahnya dapat pula dimanfaatkan daunnya sebagai obat diare, hal ini dikarenakan kandungan tanin yang dihasilkannya. Selain diare tanaman ini juga dipercaya dapat mengobati demam berdarah, membantu menurunkan berat badan bahkan dapat mengobati flu (Parimin, 2005).
5.
Tapak dara (Catharanthus roseus)
Tanaman tapak dara memiliki nama latin yaitu Catharanthus roseus, dalam bahasa lokal tapak dara disebut kemuting china (Sumatera), tapak lima (Bali), kembang tembaga, kembang serdadu (Jawa), sindapor (Sulawesi) serta usia (Maluku). Tanaman ini menghasilkan bunga-bunga yang dapat mempercantik taman atau pekarangan rumah, tanaman ini dapat tumbuh dimanasaja baik itu ditempat cukup lembab maupun tempat gersang sekalipun. Selain memiliki pesona yang terlihat indah, tapak dara juga bisa digunakan sebagai obat anti kanker dan obat untuk hipertensi serta mengobati komplikasi penyakit diabetes (Patel et al., 2012)
6.
Pegagan (Centella asiatica)
Tanaman pegagan memiliki nama latin yaitu Centella asiatica, dalam bahasa lokal tanaman pegagan dikenal dengan daun kaki kuda (Sumatera), kos-tekosan (Madura), menorah (Maluku) dan kori-kori (Halmahera). Tumbuhan ini termasuk jenis tumbuhan terna (tumbuh merayap pada permukaan tanah), tinggi tanaman ini antara 10-50 cm, bunga berbentuk paying berwarna kemerahan dan buahnya berwarna kuning-coklat. disebagian masyarakat masih menganggap tumbuhan ini sebagai gulma karena jarangnya yang membudidayakan tumbuhan ini. Daun segarnya dapat dikonsumsi sebagai lalapan dan jus, daunnya dapat dikeringkan untuk dijadikan the. Daun pegagan dapat digunakan untuk mengobati obat kapsul, krim, salep dan obat jerawat.
Departemen
Kesehatan RI. 1983. Tanaman Obat Keluarga Edisi III. Jakarta.
Khodaria
P. 2013. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica Less) Terhadap Pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.
Parimin,
2005. Jambu Biji. Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Patel
PK, Patel MA, Vyas BA, Shah DR, Gandhi TR. 2012. Antiurolihiatic activity of
saponin rich fraction from the fruits of Solanum
xanthocarpum Schrad. & Wendl. (Solanaceae)
against ethylene glycol induced urolithiasis in rats. J Ethnopharm. 144:
160-170.
Pramanik
S, et al., 2007. Tissue culture of the plant Pluchea indica (L.) Less and evaluation of diuretic potential of
its leaves. Journal Oriental Pharmacy and Experimental Medicine, 7(2); 197-204.
Pujilestari,
B.I., dan Pratiwi, R. 2009. Pemanfaatan tanaman brotowali (Tinospora crispa L.) sebagai antidiabetik. Prosiding. Peran biologi
dalam penyelematan biodiversitas Indonesia. Hal 104-110.
Supardi
S, Herman MJ, YuniarY. Laporan analisis lanjut Riskesdas 2010. Profil anggota
rumah tangga yang menggunakan jamu sendiri di Indonesia.2011.
Komentar
Posting Komentar