MAKALAH PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT

 MAKALAH PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT

“Cendawan Trichoderma indigenus (lokal)”




 

Disusun oleh :


Samsudin

1710517210017
















PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU


2020 

 KATA PENGANTAR

Dengan menyebutkan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak lupa saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Cendawan Trichoderma indigenus (lokal)”

Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang “Cendawan Trichoderma indigenus (lokal)” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi serta menjadi sumber bacaan yang bermanfaat bagi yang membacanya.








Banjarbaru, 4 April 2020  

     

                                                                                                         PENULIS  

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI            i

KATA PENGANTAR           ii 

BAB I PENDAHULUAN             1

1.1 Latar Belakang             1

1.2 Rumusan Masalah             2

1.3 Tujuan Pembahasan...........................................................             2

BAB II ISI             3

2.1 Trichoderma indigenus (lokal)…………………………………           3

           2.2 Karakteristik Trichoderma indigenus…………………………..            4

           2.3 Mekanisme Trichoderma indigenus menghambat Patogen……            4

           2.4 Hasil Penelitian tentang Trichoderma indigenus……………….           6

BAB III PENUTUP           11

DAFTAR PUSTAKA

                  

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami.

Agens Hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, atau varietas dari semua jenis serangga, nematode, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lain yang dalam semua tahap perkembangannya dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian OPT dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya (Permentan no 411 tahun 1995).

 Agens hayati menurut FAO (1997) yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, arthropoda pemakan tumbuhan, dan patogen. Agens hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit disebut agens antagonis, pemanfaatan agens hayati dalam menekan perkembangan penyakit terus dikembangkan dan dimasyaratkan ke petani. Salah satu metode pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme antagonis yang sekarang banyak dikembangkan yaitu dengan menggunakan cendawan atau bakteri nonparasitik (Djatmiko dan Rohadi, 1997).

Agens hayati meliputi setiap organisme yang meliputi spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Menteri Pertanian RI 1995 dalam Supriadi, 2006)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Trichoderma indigenus (lokal) dapat digunakan sebagai agens hayati

2. Bagaimana karakteristik dari Trichoderma indigenus (lokal)

3. Bagaimana mekanisme Trichoderma indigenus dalam menekan pertumbuhan patogen

4. Hasil penelitian tentang Trichoderma indigenus (lokal)


1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Trichoderma indigenus (lokal)

2. Untuk mengetahui karakteristik dari Trichoderma indigenus (lokal)

3. Untuk mengetahui mekanisme Trichoderma indigenus dalam menekan pertumbuhan pathogen

4. Untuk mengetahui hasil penelitian yang membahas tentang Trichoderma indigenus


 

BAB II

ISI

2.1 Trichoderma indigenus (lokal)

Trichoderma sp. adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati, karena memiliki sifat antagonisme terhadap patogen berupa kompetisi ruang dan nutrisi, mikoparasit dan antibiosis. Selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, dapat 

 tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman.  Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa Trichoderma sp. dapat mengendalikan patogen pada berbagai komoditas tanaman, diantaranya Phytophthora infestan penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang (Purwantisari, 2009), Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambah pada bibit durian (Octriana, 2011), Fusarium oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman tomat (Taufik, 2008).

Trichoderma spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma spp. antara lain : Rhizoctonia solani, Fusarium spp, Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium roflsii yang menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon buah- buahan, semak dan tanaman hias (Wahyudi, 2002 dalam Tindaon, 2008).

Jamur Trichodema sp. dapat digunakan sebagai agensia hayati yang efektif mengendalikan berbagai penyakit tanaman. Salah satu spesies Trichoderma adalah Trichodema harzianum yang dapat ditemukan hampir di semua jenis tanah dan di berbagai habitat. Trichoderma tumbuh sangat baik dan berlimpah di dalam tanah di sekitar perakaran yang sehat. Trichodema  harzianum menghasilkan antibiotik yang bersifat mengambat perkecambahan spora jamur (Murkalina et al. 2010).

2.2 Karakteristik Trichoderma Indigenus

Mengacu pada Watanabe (2002) karakteristik Trichoderma sp dilakukan baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis meliputi warna koloni, bentuk konidia, fialid dan konidiofor. Perkembangan Trichoderma memiliki persamaan yaitu yang dimulai dari warna putih, lalu hijau muda dan hijau tua setelah Trichoderma sp berumur 7 HIS dan bentuk koloni yang bulat. Perbedaan yang ditemukan pada TBP1 warna putih lebih dominan sedangkan pada TBP2 paling dominan warna hijau. Pada isolat TP1 warna putih dan warna hijau seimbang.

2.3 Mekanisme Trichoderma indigenus menghambat Patogen

Mekanisme yang dilakukan oleh agens antagonis Trichoderma sp. terhadap patogen adalah mikoparasit dan antibiosis selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, cendawan ini juga memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto, 2003). Selain itu, mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma sp. yaitu kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai mikoparasit sehingga mampu menekan aktivitas patogen tular tanah (Sudantha et al., 2011).

Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT, dan (c) predasi, hiperparasitisme, dan mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain (Istikorini, 2002 dalam Gultom, 2008). Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untul mengendalikan penyakit tanaman. Sifat antagonis Cendawan Trichoderma spp. telah diteliti sejak lama.

Inokulasi Trichoderma spp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini (Khairul, 2000). Selain itu Trichoderma spp.. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam Djatmiko dan Rohadi, 1997).

Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui :

1. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus

dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).

2. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

3. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.

4. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.. Akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel.

2.4 Hasil Penelitian tentang Trichoderma indigenus

Gusnawaty dan Taufik (2012), telah berhasil mendapatkan isolat Trichoderma indegenus Sulawesi Tenggara, oleh karena itu penelitian mengenai efektifitas Trichoderma indegenus Sulawesi Tenggara tersebut sebagai biofungisida terhadap patogen penyebab penyakit pada tanaman budidaya antara lain terhadap cendawan pathogen Colletotrichum sp. secara in-vitro penting dilakukan agar diperoleh sumberdaya hayati lokal Sulawesi Tenggara yang berpotensi sebagai agens hayati yang beradaptasi dengan kondisi lingkungan asalnya.

Hasil penelitian Prayudi et al., (2000) melaporkan bahwa Trichoderma sp. isolat Kalimantan Selatan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun padi dibandingkan dengan Trichoderma sp. asal Yogyakarta di lahan pasang surut daerah Kalimantan Selatan. Hal tersebut membuktikan bahwa isolat lokal (indigenus) memiliki potensi yang lebih baik dalam menekan patogen yang terdapat di daerah asalnya.

Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap perlakuan, secara umum menunjukkan bahwa isolat Trichoderma indigenus yang diujikan memiliki kemampuan dalam menekan pertumbuhan koloni Colletotrichum sp. secara in-vitro. Hasil analisi sidik ragam daya hambat ke-11 isolat Trichoderma indigenus memperlihatkan adanya perbedaan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Colletotrichum sp., hal tersebut diduga karena perbedaan karakter setiap isolat trichoderma indigenus yang berkaitan dengan kecepatan pertumbuhannya pada medium maupun mekanisme dalam aktivitas daya hambatnya. Menurut Ismail dan Tenrirawe, (2011) bahwa karakter kecepatan pertumbuhan yang tinggi pada Trichoderma sp. merupakan salah satu faktor penting yang menentukan potensi sebagai agen hayati, hal tersebut sesuai dengan pendapat Djafaruddin (2000) yang menjelaskan bahwa faktor penting yang menentukan aktivitas mikroorganisme antagonis yang dapat mengendalikan patogen adalah memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu berkompetisi dengan patogen dalam hal makanan dan penguasaan ruang yang pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen.

Hasil pengamatan ke-11 isolat Trichoderma indigenus yang diujikan terhadap Colletotrichum sp. telah menunjukkan aktivitas penghambatan pada 3 HSI terhadap koloni patogen, dimana kedua koloni cendawan saling melakukan kontak dan membentuk zona penghambatan.. Daya hambat terbaik ke-11 isolat Trichoderma indigenus terhadap pertumbuhan Colletotrihum sp. diperlihatkan oleh perlakuan T9 isolat DPA dengan daya hambat tertinggi dihampir setiap pengamatan, daya hambat pengamatan 7 HSI mencapai 77,69%. Penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2011) melaporkan bahwa isolat Trichoderma sp. hasil eksplorasi dari perkebunan apel secara in-vitro dapat menghambat pertumbuhan Colletotrichum sp. sebesar 73,30%, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan antagonis Trichoderma indigenus yang diujikan terhadap Colletotrichum sp. dalam penelitian ini, masih lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Trichoderma indigenus memiliki beberapa jenis mekanisme antagonis dalam aktivitas penghambatannya terhadap koloni patogen. 

Berdasarkan hasil pengamatan deskriptif mengenai mekanisme daya hambat kesemua isolat trichoderma indigenus terhadap Colletotrichum sp. didominasi oleh mekanisme kompetisi ruang dan mikoparasit, selain itu Trichoderma indigenus juga diduga menghasilkan antibiosis dalam aktivitas daya hambatnya. Hal itu ditandai dengan terbentuknya zona bening diantara kontak kedua koloni cendawan tersebut. Purwantisari dan Hastuti (2009) mengemukakan bahwa mekanisme daya hambat yang terjadi pada uji antagonisme melalui mekanisme antibiosis ditandai dengan terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan pertumbuhan bagi patogen, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Elfina (2001) yang menyatakan bahwa cendawan Trichoderma sp. menghasilkan zat toksin berupa senyawa antibiotik seperti Trichodermin, Suzukalin, dan Alametisin yang bersifat anti cendawan dan bakteri

  

 

BAB III

PENUTUP

Trichoderma sp. adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati, karena memiliki sifat antagonisme terhadap patogen berupa kompetisi ruang dan nutrisi, mikoparasit dan antibiosis. Selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, dapa tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman.  karakteristik Trichoderma sp dilakukan baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis meliputi warna koloni, bentuk konidia, fialid dan konidiofor.

Gusnawaty dan Taufik (2012), telah berhasil mendapatkan isolat Trichoderma indegenus Sulawesi Tenggara, oleh karena itu penelitian mengenai efektifitas Trichoderma indegenus Sulawesi Tenggara tersebut sebagai biofungisida terhadap patogen penyebab penyakit pada tanaman budidaya antara lain terhadap cendawan pathogen Colletotrichum sp. secara in-vitro penting dilakukan agar diperoleh sumberdaya hayati lokal Sulawesi Tenggara yang berpotensi sebagai agens hayati yang beradaptasi dengan kondisi lingkungan asalnya.

Hasil penelitian Prayudi et al., (2000) melaporkan bahwa Trichoderma sp. isolat Kalimantan Selatan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun padi dibandingkan dengan Trichoderma sp. asal Yogyakarta di lahan pasang surut daerah Kalimantan Selatan. Hal tersebut membuktikan bahwa isolat lokal (indigenus) memiliki potensi yang lebih baik dalam menekan patogen yang terdapat di daerah asalnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Arwiyanto T. 2003. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1): 54-60.

Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Perlindungan Penyakit Tanaman. Budi Aksara, Jakarta

Djatmiko, H.A. & Rohadi, S.S. 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum Hasil Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogenesitas Plasmodiophora brassicae pada Tanah latosol dan Andosol. Jurnal Ilmiah UNSOED. 2(23) : 10-22.

Elfina Y, Mardius, Habazar T, Bachtiar A. 2001. Studi kemampuan isolat-isolat jamur Trichoderma spp. yang beredar di Sumatra Barat untuk mengendalikan jamur patogen Sclerotium rolfsii pada bibit cabai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI, 22-24 Agustus 2001, Bogor.

FAO. 1997. Code of conduct for the import and release of exotic biological control agents. Biocontrol News and Information 18(4): 119N−124N.

Gultom JM. 2008. Pengaruh pemberian beberapa jamur antagonis dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk menekan perkembangan Jamur Phytium sp. penyebab rebah kecambah pada tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum L.)[Skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.

Gusnawaty HS., Asniah, Taufik M dan Faulika, 2013. Uji potensi Trichoderma indegenus Sulawesi Tenggara sebagai biofungisida terhadap Phytophthora capsici secara in-vitro. Jurnal Agroteknos 3 (3) : 139-143

Ismail N dan Tenrirawe A. 2011. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp. sebagai Agens Pengendali Hayati. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Khairul, U. 2000. Pemanfaatan Bioteknologi Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian. Dalam makalah falsafah sains program Pasca sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

Menteri Pertanian RI. 1995. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41I/Kpts/TP.120/6/1995 tentang Pemasukan Agens Hayati ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta

Murkalina. 2010. Uji antagonis Trichoderma harzianum terhadap Fusarium spp. penyebab penyakit layu pada tanaman cabai (Capsicum annum) secara In Vitro. Jurnal Fitomedika. 7 (2): 80 – 85.

Octriana L. 2011. Potensi Agens Hayati dalam menghaiumbat pertumbuhan Pythium sp. Secara in vitro. Buletin Plasmanutfa 17 (2): 7-9.

Pradana GS. 2011. Eksplorasi kapang antagonis dan kapang pathogen tanaman apel di lahan perkebunan Oonco Kusumo. Jurnal Litbang Pertanian 28 (1):15-21.

Prayudi B, Budiman A, Rystham MAT, Rina Y. 2000. Trichoderma harzianum isolat Kalimantan Selatan agensi pengendali hawar pelepah daun padi dan layu semai kedelai di lahan pasang surut. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Banjarbaru.

Purwantisari S dan Hastuti RH. 2009. Uji antagonism jamur Phytopthora infestans penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang dengan menggunakan Trichoderma spp. Isolat local. Jurnal Bioma 11 (1):24-32.

Sudantha IM, Kesratarta I, Sudana. 2011. Uji antagonisme beberapa jenis jamur saprofit terhadap Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit layu pada tanaman pisang serta potensinya sebagai agens pengurai serasah. UNRAM, NTB. Jurnal Agroteksos 21 (2): 2-3.

Supriadi. 2006 Analisis resiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 25(3).

Taufik M. 2008. Efektivitas agens antagonis Trichoderma sp pada berbagai media tumbuh terhadap penyakit layu tanaman tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan

Tindaon, H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc. pada Tanaman Kedelai (Glycinemax L.) di Rumah Kasa. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan. hlm: 9-10.

Watanabe T. 2002. Pictorial atlas of soil and seed fungi morphologies of cultured fungi and key to species. CRC Press LLC. U.S.A.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGENALAN ALAT-ALAT NEMATOLOGI DAN STERILISASI TANAH

PEMURNIAN

MENGHITUNG KERAPATAN KOLONI BAKTERI DENGAN MENGGUNAKAN COLONY COUNTER