MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN UTAMA
MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
UTAMA
“Identifikasi Penyakit Diplodia (Botryodiplodia
theobromae) pada Tanaman Jeruk”
Disusun
oleh :
Samsudin
1710517210017
PROGRAM
STUDI PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebutkan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak lupa
saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang “Identifikasi Penyakit Diplodia (Botryodiplodia
theobromae)
pada Tanaman Jeruk”
Makalah
ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini
Terlepas
dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir
kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang “Identifikasi
Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae) pada Tanaman Jeruk” ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi serta menjadi sumber bacaan yang bermanfaat bagi yang
membacanya.
Banjarbaru,
9 April 2020
PENULIS
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR
ISI...............................................................................................
i
KATA
PENGANTAR................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan
Pembahasan.................................................................... 2
BAB
II ISI...................................................................................................
4
2.1 Arti Penting Penyakit Diplodia bagi
Jeruk………………....... 4
2.2 Cara Penyebaran Penyakit Diplodia……………………….. ... 5
2.3 Bioekologi Penyakit Diplodia……………………………….. 8
2.4 Cara Pengendalian Penyakit Diplodia……………………….. 9
BAB
III PENUTUP.................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanaman
jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Jeruk merupakan
salah satu buah yang paling digemari di Indonesia, hal ini di tandai dengan
konsumsi buah jeruk pada tahun 1995-2004 mengalami peningkatan sebesar 12,51%
per tahun, total konsumsi jeruk di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 2161,90
ribu ton. Sedangkan produksi jeruk dalam negeri hanya 2071,08 ton ribu ton
(Asaad, 2004).
Luas
pertanaman dan produksi jeruk di Kalimantan Selatan terus mengalami
peningkatan, namun produktivitas mengalami penurunan. Rendahnya produktivitas
dan terjadinya penurunan produktivitas jeruk ini antara lain disebabkan oleh
teknik budidaya tanaman yang umumnya masih kurang memadai, sehingga mendorong
timbulnya berbagai gangguan pertumbuhan tanaman. Salah satu gangguan yang
mengakibatkan hasil cukup rendah pada pertanaman jeruk adalah serangan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Di
antara penyakit tanaman pada tanaman jeruk di Kalimantan Selatan, penyakit
kulit diplodia adalah penyakit yang paling ditakuti oleh petani jeruk (Balai
Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kalimantan Selatan, 2003), karena
serangannya dapat mengakibatkan kematian ranting, cabang, batang tanaman,
bahkan menyebabkan kematian tanaman (Setiawan, 1993). Jumlah tanaman jeruk
terserang diplodia di Kalimantan Selatan sebanyak 825.318 pohon (53,9 % dari
total tanaman jeruk) (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura,
Kalimantan Selatan, 2003).
Penyakit
diplodia disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. B. theobromae adalah
cendawan polifag, yang dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, sehingga sumber
infeksi akan selalu ada (Semangun, 2000). Penyakit ini tersebar disentra-sentra
pengembangan jeruk di Kalimantan Selatan, seperti Kabupaten Barito Kuala,
Banjar, Banjarmasin, Banjarbaru, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara,
Hulu Sungai Tengah, Tabalong, Tanah Laut dan Kotabaru (Balai Proteksi Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Kalimantan Selatan, 2003).
1.2
Rumusan Masalah
1. bagaimana arti penting cendawan Botryodiplodia theobromae bagi tanaman jeruk
2. bagaimana cara penyebaran Botryodiplodia theobromae pada tanaman jeruk
3. bagaimana bioekologi Botryodiplodia theobromae bagi
tanaman jeruk
4. bagaimana cara pengendalian yang digunakan dalam
menekan penyakit Botryodiplodia
theobromae pada tanaman jeruk
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui arti penting cendawan Botryodiplodia theobromae bagi tanaman
jeruk
2.
Untuk mengetahui
cara penyebaran Botryodiplodia theobromae
pada tanaman jeruk
3.
Untuk
mengetahui bioekologi Botryodiplodia theobromae bagi tanaman jeruk
4.
Untuk mengetahui
cara pengendalian yang digunakan dalam menekan penyakit Botryodiplodia theobromae pada tanaman jeruk.
BAB II
ISI
2.1 Arti Penting
Penyakit Diplodia bagi Jeruk
Penyakit
Diplodia atau Blendok merupakan penyakit utama yang menyebabkan kematian pada
batang dan cabang tanaman jeruk di Indonesia. Sebutan penyakit Blendok
digunakan karena kebanyakan batang dan cabang yang terserang dan bereaksi
mengeluarkan blendok. Penyebaran penyakit ini di Indonesia hampir di seluruh
pertanaman jeruk, terutama yang telah berumur lebih dari 10 tahun dengan
pemeliharaan yang kurang intensif. Serangan melingkar pada cabang dan batang
utama menyebabkan kematian bagian tanaman diatas titik serangan, bahkan
menyebabkan kematian tanaman.
Penyebab
penyakit adalah jamur Botryodiplodia
theobromae Pat. Pada awalnya penyebab penyakit diinformasikan
sebagai Diplodia nataliensis yang memiliki piknidium berwarna
hitam dan letaknya tersebar, tidak berstroma, beda dengan dengan Botryodiplodia theobromae Pat. yang
memiliki piknidium berkumpul dan berstroma, tetapi karena sifat tersebut tidak
tetap maka keduanya sekarang disatukan (Semangun 1996). Piknidium
tersebar atau berkumpul di bawah epidermis atau kortek piknidium halus,
konidiofor berbentuk seperti jarum. Sedang konidium jorong, yang masak bersel 2
berwarna gelap tidak mempunyai lapisan lendir di luarnya. Piknidium
tersebar dengan bentuk tertutup kemudian pecah dan berwarna hitam (Wardlaw
2014). Penetrasi dalam jaringan tanaman dilanjutkan dengan kolonisasi dan
tumbuh memperbanyak diri dalam jaringan tanaman inang. Fase-fase
kritis patogen adalah pada saat sebelum terjadi penetrasi, pada fase ini
pengendalian lebih efektif dibanding apabila sudah lanjut.
Serangan
penyakit Diplodia (Botryodiplodia
theobromae Pat.) dipengaruhi beberapa faktor antara lain sumber
inokulum, suhu, kelembaban, kebersihan kebun dan alat serta varietas.
Tingkat serangan penyakit blendok berhubungan erat dengan tingkat perawatan
kebun, biasanya kebun yang tidak terawat, serangan diplodia sangat tinggi
(Triwiratno 1998). Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi terjadinya
keparahan serangan adalah varietas jeruk. Varietas pamelo lebih rentan, hampir
90% tanaman pamelo di Magetan terinfeksi penyakit diplodia (Supriyanto et al. 1998).
Pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat
membentuk struktur tahan. Pada kondisi menguntungkan yaitu pada kelembaban,
nutrisi dan suhu tinggi, patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan
penetrasi ke dalam jaringan tanaman. Amplitudo (perbedaan suhu siang dan
malam) tinggi, terutama musim kemarau merupakan lingkungan yang mempermudah
perkembangan jamur ini. Periode kritis pada varietas pamelo (C. maxima Merr.)
terjadi pada pertengahan musim hujan dengan kelembaban 80% memenuhi syarat bagi
pertumbuhan jamur atau pada musim kemarau dimana kondisi tanaman kurang optimal
sehingga pertahanan tanaman kurang (Triwiratno 2002).
2.2 Cara Penyebaran Penyakit Diplodia
Semua
tanaman jeruk yang mendapat perlakuan menunjukkan gejala penyakit diplodia dan
positif terinfeksi cendawan B. theobromae.
Gejala tersebut berupa mati pucuk dan keluarnya gom pada batang. Hal ini
menunjukkan bahwa cara penyebaran patogen tersebut dapat melalui udara,
serangga vektor, penempelan dan percikan air.
Penyemprotan
suspensi konidia B. theobromae dari
isolat yang berumur lebih dari 3 minggu ke
tanaman jeruk Siam Banjar yang sehat setelah beberapa waktu kemudian
menunjukkan adanya gejala gom pada batang. Ruhiyati (2005) menemukan bahwa
serangga yang berasosiasi dengan tanaman Jeruk Siam Banjar berjumlah 14 jenis
yang terdiri atas 6 ordo. Dari enam ordo yang ditemukan, Coleoptera merupakan
ordo terbesar yang terdiri dari 2 spesies famili Nitidulidae dan Euphoria
sp. Serangga atau kumbang yang berasosiasi dengan tanaman jeruk diduga
merupakan salah satu vektor patogen penyakit diplodia.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil isolasi tanaman jeruk yang diberi perlakuan
vektor serangga adalah positif tertular penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae. Pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa kumbang dan larva berada di sekitar gom/buih yang dihasilkan
oleh kulit batang jeruk sakit. Sedangkan pada pohon jeruk yang sehat jarang
sekali ditemukan adanya kumbang maupun larva. Hal ini diduga karena buih
tersebut merupakan salah satu eksudat yang dikeluarkan oleh pohon jeruk dan
merupakan nutrisi untuk pertumbuhan kumbang.
Menurut
Untung (1996), faktor penarik serangga biasanya berupa zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh metabolisme tanaman baik metabolit primer seperti karbohidrat
lipid, protein, hormon, enzim, senyawa organik maupun metabolit sekunder.
Menurut Semangun (2000), penyakit kulit diplodia ditularkan oleh serangga. Pada
saat serangga makan atau mendatangi tanaman sakit, patogen masuk sampai ke usus
kemudian berpindah ke tanaman jeruk sehat sewaktu memakan tanaman dalam kondisi
yang sehat (Djafaruddin, 1996).
Selain
itu, pada saat kumbang memakan /mengisap buih secara tidak langsung patogen baik
berupa spora atau hifa terbawa melalui mulut, kaki, dan sayap kumbang. Ketika
kumbang ini makan pada pohon jeruk yang sehat maka spora atau hifa yang melekat
pada organorgan tubuh tersebut tertinggal/tertempel pada bagian-bagian pohon
jeruk sehat tersebut. Jadi kumbang merupakan vektor penyakit Diplodia.
Cara
penyebaran patogen yang lain adalah dengan inokulasi patogen ke cabang pohon
melalui percikan air secara buatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui
percikan air penyakit kulit diplodia pada jeruk Siam Banjar dapat ditularkan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Semangun (2000), bahwa B. theobromae sebagai
cendawan yang membentuk piknidium dapat diperkirakan bahwa konidium dipencarkan
oleh air dan serangga.
Pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat
membentuk struktur tahan. Pada kondisi kelembaban, nutrisi dan suhu tinggi,
patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam
jaringan tanaman. Penetrasi yang sudah berhasil selanjutnya akan terjadi
kolonisasi dan jamur akan tumbuh dan memperbanyak pada jaringan tanaman
inang (Dwiastuti et al., 2004).
2.3 Bioekologi Penyakit
Diplodia
Nama
umum : Botryodiplodia theobromae
Pat. [anamorph]
Kingdom
: Fungi
Filum
: Mitosporic fungi
Kelas
: Coelomycetes
Botryodiplodia
theobromae Pat., dulu
dikenal dengan nama Diplodia
natalensis P. Evans. Cendawan dapat membentuk piknidium yang tersebar,
mula-mula tertutup, kemudian pecah, dan berwarna hitam. Konidium berbentuk
jorong dan mempunyai 1 sekat, berwarna gelap. Konidium terutama disebarkan oleh
air dan serangga. Perkembangan dan tingkat serangan penyakit dipengaruhi oleh
basah seperti jeruk Delima. Pandan wangi, jeruk Bali, dan jeruk ini juga rentan
terhadap Diplodia kering.
Bertambahnya
umur tanaman pada jenis jeruk tertentu meningkat ketahanannya tetapi pada jenis
lain bisa menurun ketahanannya. Kekeringan yang terjadi secara tiba-tiba,
pembuahan yang terlalu lebat dan pelukaan pada tanaman merupakan kondisi yang
baik untuk berkembangan patogen. Di Indonesia penyakit ini terdapat di
Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan. Di luar negeri penyakit ini
terdapat di Amerika Serikat, Kuba, India, Malaysia, dan Thailand.
Pada
jeruk dikenal dua macam serangan Diplodia yaitu Diplodia "basah" dan
Diplodia "kering". Penyakit ini dapat menyerang akar, batang
dan ranting dan dapat mengakibatkan busuk akar, busuk leher, dan mati ranting
Serangan
Diplodia basah mudah dikenal karena tanaman yang terserang mengeluarkan blendok
berwarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang tanaman. Kulit tanaman yang
terserang setelah beberapa lama dapat sembuh kembali, kulit yang
terserang mengering dan mengelupas. Sering terjadi penyakit berkembang terus
sehingga pada kulit terjadi luka-luka yang tidak teratur, kadang-kadang
terbatas pada jalur yang sempit dan memanjang dan dapat juga berkembang
melingkari batang atau cabang yang dapat menyebabkan kematian cabang atau
tanaman. Cendawan berkembang diantara kulit dan kayu, dan merusak kambium
tanaman. Kayu yang telah mati berwarna hijau biru sampai hitam.
Serangan
Diplodia kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permulaan sukar
diketahui. Kulit batang atau cabang tanaman terserang mengering, terdapat
celah-celah kecil pada permukaan kulit dan bagian kulit dan batang yang ada di
bawahnya berwarna hitam kehijauan. Pada bagian celah-celah kulit terlihat
adanya massa spora cendawan berwarna putih atau hitam. Perluasan kulit yang
mengering sangat cepat dan bila sampai menggelang tanaman menyebabkan
menguningnya daun-daun tanaman dan kematian cabang atau pohon.
2.4 Cara Pengendalian Penyakit Diplodia
Pengendalian
diplodia dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : Untuk daerah pasang
surut, penanaman jeruk sebaiknya dilakukan diatas tukungan/gundukan (Cahyani et al., 2013).
Hal ini bertujuan agar pangkal batang tidak berada pada kondisi yang terlalu
lembab dimana patogen jamur berkembang dengan cepat pada kondisi lembab
tersebut. Perbaikan saluran drainase (Cahyani et al., 2013). Untuk
mengurangi kelembaban yang tinggi, saluran drainase perlu dipelihara atau
diperbaiki sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam mengalirkan air dari
kebun sehingga tanah tidak terlalu lembab.
Sanitasi kebun untuk menjaga kebersihan kebun juga perlu
kita lakukan. Caranya dengan membersihkan bagian tanaman jeruk yang terserang
diplodia menggunakan sabut kelapa, sikat ijuk, karung goni, ataupun jerami.
Untuk pencegahan, dianjurkan membersihkan seluruh bagian tanaman termasuk yang
tidak terserang. Selain itu, sanitasi kebun juga dilakukan dengan memangkas
batang, cabang dan ranting yang terserang dengan alat yang steril
(Cahyani et al., 2013).
Alat yang digunakan seperti pisau, gunting pangkas, ataupun
gergaji dianjurkan untuk disterilkan sebelum dan sesudah digunakan. Sterilisasi
alat pertanian untuk menghindari penularan dapat menggunakan alkohol 70% atau
natrium hipoklorit 10% (Direktorat Budidaya Tanaman Buah, 2006). Penyaputan/pelaburan
bubur California. Penyaputan/pelaburan bubur california ini dilakukan 2 kali
setahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan (Cahyani et al., 2013).
Pengurangan
jumlah luas serangan penyakit diplodia menunjukkan bahwa, pengaruh pelakuan
tidak berbeda nyata dengan kontrol. Karena sebelum penelitian, dilakukan
pembersihan seperti pembersihan gulma sekitar pohon, pembersihan pohon (batang,
cabang atau ranting) dari blendok dan dari kotoran yang menempel, serta
pemotongan tunas air. Sehingga kondisi tanaman dalam keadaan bagus, sehat,
serta efektivitas penyerapan hara dan air juga bagus, akibatnya kondisi
pertumbuhan tanaman sehat dan diduga lebih tahan terhadap serangan patogen dan
lebih mampu bertahan terhadap perkembangan patogen yang sudah berada di dalam
tanaman. Disamping itu pada setiap pengamatan blendok dibersihkan (disapu),
dengan dibersihkannya blendok tadi akan mengurangi sumber inokulum dan juga
mengurangi sumber makanan bagi vektor. Jadi dengan budidaya tanaman sehat pun
mampu mengendalikan penyakit diplodia tersebut.
BAB III
PENUTUP
Penyakit
Diplodia atau Blendok merupakan penyakit utama yang menyebabkan kematian pada
batang dan cabang tanaman jeruk di Indonesia. Sebutan penyakit Blendok
digunakan karena kebanyakan batang dan cabang yang terserang dan bereaksi
mengeluarkan blendok. Penyebaran penyakit ini di Indonesia hampir di seluruh
pertanaman jeruk, terutama yang telah berumur lebih dari 10 tahun dengan
pemeliharaan yang kurang intensif. Serangan melingkar pada cabang dan batang
utama menyebabkan kematian bagian tanaman diatas titik serangan, bahkan menyebabkan
kematian tanaman.
Serangan
penyakit Diplodia (Botryodiplodia
theobromae Pat.) dipengaruhi beberapa faktor antara lain sumber
inokulum, suhu, kelembaban, kebersihan kebun dan alat serta varietas. Pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat
membentuk struktur tahan. Pada kondisi menguntungkan yaitu pada kelembaban,
nutrisi dan suhu tinggi, patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan
penetrasi ke dalam jaringan tanaman.
Pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat
membentuk struktur tahan. Pada kondisi kelembaban, nutrisi dan suhu tinggi,
patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam
jaringan tanaman.
Pada
jeruk dikenal dua macam serangan Diplodia yaitu Diplodia "basah" dan
Diplodia "kering". Penyakit ini dapat menyerang akar, batang
dan ranting dan dapat mengakibatkan busuk akar, busuk leher, dan mati ranting
Serangan
Diplodia basah mudah dikenal karena tanaman yang terserang mengeluarkan blendok
berwarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang tanaman. Serangan Diplodia
kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permulaan sukar diketahui. Kulit
batang atau cabang tanaman terserang mengering,
Disamping
itu pada setiap pengamatan blendok dibersihkan (disapu), dengan dibersihkannya
blendok tadi akan mengurangi sumber inokulum dan juga mengurangi sumber makanan
bagi vektor. Jadi dengan budidaya tanaman sehat pun mampu mengendalikan
penyakit diplodia tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asaad, M., Warda. 2004. Pengkajian pengendalian
penyakit Diplodia pada jeruk siam. Prosiding Seminar Nasional dan Kontes buah
jeruk Siam Nasional. Surabaya.
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan
Selatan. 2003. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
Tahun 2002/2003.
Cahyani R., Ami, Evy Oktavia, dan Nelly Saptayani.
2013. Pedoman Pengelolaan OPT Ramah Lingkungan pada Tanaman
Jeruk dalam Iswari, Dwi, Anik Kustaryati, dan Issusilaningtyas
Uswatun H (Penyunting). Direktorat Perlindungan Hortikultura, Jakarta.
Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2006. Standar
Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Pontianak. Jakarta, Direktorat Budidaya
Tanaman Buah.
Djafaruddin. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
Umum. Bumi aksara, Jakarta.
Dwiastuti, M.E., A. Triwiratno, O. Endarto, S.
Wuryantini, Yunimar. 2011. Panduan Teknis Pengenalan dan pengendalian hama dan
penyakit tanaman jeruk. Balitjestro, Puslitbanghorti, Balitbangtan, Kementan,
cetakan ketiga 2011. hal 60-62.
Semangun, H. 1996, Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan,
pp 67-203, Gadjah Mada University Press, Yokyakarta.
Wardlaw, C. W. 2014. Observations on the Pycnidium of Botryodiplodia theobromae,
Pat. Annals of Botany Journals vol 114: ISSN 1095-8290 – Oxford University
Press. Print ISSN 0305-7364, Pp 226-238.
Supriyanto, A, , M. Sugiyarto, A. Triwiratno, O.
Endarto, 1998, Laporan akhir Pengkajian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian
Berbasis Pamelo di Kab Magetan. BPTP Karangploso.
Triwiratno, A., A. Supriyanto (1998) Pengkajian
penerapan paket teknologi pengendalian penyakit blendok (Botryodiplodia theobromae Pat.) pada pamelo di kabupaten Magetan.
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura, Fak Pertanian UPN “Veteran”
Yogyakarta, 1999. Hal 196-205 ISBN 979-95874-0-9.
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura
di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Setiawan,
A. I. 1993. Usaha Pembudidayaan Jeruk Besar. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Triwiratno, A. 2002, Pengendalian Penyakit Blendok (Botryodiplodia theobromae Pat.),
Makalah pada Sosialisasi Penanggunlangan Eksplosi OPT Hortikultura, Legian
Bali, 25-28 Nopember 2002, Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Ruhiyati. 2005. Keanekaragaman Arthropoda pada
Tanaman Jeruk Siam Banjar yang Terserang Penyakit Diplodia. Fakultas Pertanian.
(tidak dipublikasikan)
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu
(cetakan ketiga). Gadjah Mada University Press, Jogjakarta
Komentar
Posting Komentar