MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN UTAMA

 

MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN UTAMA

“Identifikasi Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae) pada Tanaman Jeruk”

 

 

 

Description: C:\Users\ACER\Pictures\Logo-Unlam.png

                                                                                                      

Disusun oleh :

 

Samsudin

1710517210017

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

 

2020


KATA PENGANTAR

            Dengan menyebutkan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak lupa saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang  “Identifikasi Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae) pada Tanaman Jeruk”

            Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini

            Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

            Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang  “Identifikasi Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae) pada Tanaman Jeruk”  ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi serta menjadi sumber bacaan yang bermanfaat bagi yang membacanya.

 

 

 

 

 

Banjarbaru, 9 April 2020 

    

                                                                                                       PENULIS


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...............................................................................................              i

KATA PENGANTAR................................................................................             ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................            1

1.1 Latar Belakang...........................................................................            1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................             2

1.3 Tujuan Pembahasan....................................................................             2

BAB II ISI...................................................................................................            4

2.1 Arti Penting Penyakit Diplodia bagi Jeruk……………….......              4

2.2 Cara Penyebaran Penyakit Diplodia……………………….. ...             5

2.3 Bioekologi Penyakit Diplodia………………………………..              8

2.4 Cara Pengendalian Penyakit Diplodia………………………..              9

BAB III PENUTUP....................................................................................           12

DAFTAR PUSTAKA


 BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Jeruk merupakan salah satu buah yang paling digemari di Indonesia, hal ini di tandai dengan konsumsi buah jeruk pada tahun 1995-2004 mengalami peningkatan sebesar 12,51% per tahun, total konsumsi jeruk di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 2161,90 ribu ton. Sedangkan produksi jeruk dalam negeri hanya 2071,08 ton ribu ton (Asaad, 2004).

Luas pertanaman dan produksi jeruk di Kalimantan Selatan terus mengalami peningkatan, namun produktivitas mengalami penurunan. Rendahnya produktivitas dan terjadinya penurunan produktivitas jeruk ini antara lain disebabkan oleh teknik budidaya tanaman yang umumnya masih kurang memadai, sehingga mendorong timbulnya berbagai gangguan pertumbuhan tanaman. Salah satu gangguan yang mengakibatkan hasil cukup rendah pada pertanaman jeruk adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

Di antara penyakit tanaman pada tanaman jeruk di Kalimantan Selatan, penyakit kulit diplodia adalah penyakit yang paling ditakuti oleh petani jeruk (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kalimantan Selatan, 2003), karena serangannya dapat mengakibatkan kematian ranting, cabang, batang tanaman, bahkan menyebabkan kematian tanaman (Setiawan, 1993). Jumlah tanaman jeruk terserang diplodia di Kalimantan Selatan sebanyak 825.318 pohon (53,9 % dari total tanaman jeruk) (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kalimantan Selatan, 2003).

Penyakit diplodia disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. B. theobromae adalah cendawan polifag, yang dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, sehingga sumber infeksi akan selalu ada (Semangun, 2000). Penyakit ini tersebar disentra-sentra pengembangan jeruk di Kalimantan Selatan, seperti Kabupaten Barito Kuala, Banjar, Banjarmasin, Banjarbaru, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Tabalong, Tanah Laut dan Kotabaru (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kalimantan Selatan, 2003).

1.2  Rumusan Masalah

1.      bagaimana arti penting cendawan Botryodiplodia theobromae bagi tanaman jeruk

2.      bagaimana cara penyebaran Botryodiplodia theobromae pada tanaman jeruk

3.      bagaimana bioekologi Botryodiplodia theobromae bagi  tanaman jeruk

4.      bagaimana cara pengendalian yang digunakan dalam menekan penyakit Botryodiplodia theobromae pada tanaman jeruk

1.3  Tujuan

1. Untuk mengetahui arti penting cendawan Botryodiplodia theobromae bagi tanaman jeruk

2.      Untuk mengetahui cara penyebaran Botryodiplodia theobromae pada tanaman jeruk

3.      Untuk mengetahui  bioekologi Botryodiplodia theobromae bagi  tanaman jeruk

4.      Untuk mengetahui cara pengendalian yang digunakan dalam menekan penyakit Botryodiplodia theobromae pada tanaman jeruk.


BAB II

ISI

2.1 Arti Penting Penyakit Diplodia bagi Jeruk

Penyakit Diplodia atau Blendok merupakan penyakit utama yang menyebabkan kematian pada batang dan cabang tanaman jeruk di Indonesia. Sebutan penyakit Blendok digunakan karena kebanyakan batang dan cabang yang terserang dan bereaksi mengeluarkan blendok. Penyebaran penyakit ini di Indonesia hampir di seluruh pertanaman jeruk, terutama yang telah berumur lebih dari 10 tahun dengan pemeliharaan yang kurang intensif. Serangan melingkar pada cabang dan batang utama menyebabkan kematian bagian tanaman diatas titik serangan, bahkan menyebabkan kematian tanaman.

Penyebab penyakit adalah jamur Botryodiplodia theobromae Pat. Pada awalnya penyebab penyakit diinformasikan sebagai Diplodia nataliensis  yang memiliki piknidium berwarna hitam dan letaknya tersebar, tidak berstroma, beda dengan  dengan Botryodiplodia theobromae Pat. yang memiliki piknidium berkumpul dan berstroma, tetapi karena sifat tersebut tidak tetap maka keduanya sekarang disatukan (Semangun 1996).  Piknidium tersebar atau berkumpul di bawah epidermis atau kortek piknidium halus, konidiofor berbentuk seperti jarum. Sedang konidium jorong, yang masak bersel 2 berwarna gelap tidak mempunyai lapisan lendir di luarnya.  Piknidium tersebar dengan bentuk tertutup kemudian pecah dan berwarna hitam (Wardlaw 2014). Penetrasi dalam jaringan tanaman dilanjutkan dengan kolonisasi dan  tumbuh memperbanyak diri dalam jaringan tanaman inang.  Fase-fase kritis patogen adalah pada saat sebelum terjadi penetrasi, pada fase ini pengendalian lebih efektif dibanding apabila sudah lanjut.

Serangan penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat.) dipengaruhi beberapa faktor antara lain sumber inokulum, suhu, kelembaban, kebersihan kebun dan alat serta  varietas. Tingkat serangan penyakit blendok berhubungan erat dengan tingkat perawatan kebun, biasanya kebun yang tidak terawat, serangan diplodia sangat tinggi (Triwiratno 1998). Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi terjadinya keparahan serangan adalah varietas jeruk. Varietas pamelo lebih rentan, hampir 90% tanaman pamelo di Magetan terinfeksi penyakit diplodia (Supriyanto et al. 1998).

Pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat membentuk struktur tahan. Pada kondisi menguntungkan yaitu pada kelembaban, nutrisi dan suhu tinggi, patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman.  Amplitudo (perbedaan suhu siang dan malam) tinggi, terutama musim kemarau merupakan lingkungan yang mempermudah perkembangan jamur ini. Periode kritis pada varietas pamelo (C. maxima Merr.) terjadi pada pertengahan musim hujan dengan kelembaban 80% memenuhi syarat bagi pertumbuhan jamur atau pada musim kemarau dimana kondisi tanaman kurang optimal sehingga pertahanan tanaman kurang (Triwiratno 2002).

2.2 Cara Penyebaran Penyakit Diplodia

Semua tanaman jeruk yang mendapat perlakuan menunjukkan gejala penyakit diplodia dan positif terinfeksi cendawan B. theobromae. Gejala tersebut berupa mati pucuk dan keluarnya gom pada batang. Hal ini menunjukkan bahwa cara penyebaran patogen tersebut dapat melalui udara, serangga vektor, penempelan dan percikan air.

Penyemprotan suspensi konidia B. theobromae dari isolat yang berumur lebih dari 3 minggu ke tanaman jeruk Siam Banjar yang sehat setelah beberapa waktu kemudian menunjukkan adanya gejala gom pada batang. Ruhiyati (2005) menemukan bahwa serangga yang berasosiasi dengan tanaman Jeruk Siam Banjar berjumlah 14 jenis yang terdiri atas 6 ordo. Dari enam ordo yang ditemukan, Coleoptera merupakan ordo terbesar yang terdiri dari 2 spesies famili Nitidulidae dan Euphoria sp. Serangga atau kumbang yang berasosiasi dengan tanaman jeruk diduga merupakan salah satu vektor patogen penyakit diplodia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil isolasi tanaman jeruk yang diberi perlakuan vektor serangga adalah positif tertular penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kumbang dan larva berada di sekitar gom/buih yang dihasilkan oleh kulit batang jeruk sakit. Sedangkan pada pohon jeruk yang sehat jarang sekali ditemukan adanya kumbang maupun larva. Hal ini diduga karena buih tersebut merupakan salah satu eksudat yang dikeluarkan oleh pohon jeruk dan merupakan nutrisi untuk pertumbuhan kumbang.

Menurut Untung (1996), faktor penarik serangga biasanya berupa zat-zat kimia yang dihasilkan oleh metabolisme tanaman baik metabolit primer seperti karbohidrat lipid, protein, hormon, enzim, senyawa organik maupun metabolit sekunder. Menurut Semangun (2000), penyakit kulit diplodia ditularkan oleh serangga. Pada saat serangga makan atau mendatangi tanaman sakit, patogen masuk sampai ke usus kemudian berpindah ke tanaman jeruk sehat sewaktu memakan tanaman dalam kondisi yang sehat (Djafaruddin, 1996).

Selain itu, pada saat kumbang memakan /mengisap buih secara tidak langsung patogen baik berupa spora atau hifa terbawa melalui mulut, kaki, dan sayap kumbang. Ketika kumbang ini makan pada pohon jeruk yang sehat maka spora atau hifa yang melekat pada organorgan tubuh tersebut tertinggal/tertempel pada bagian-bagian pohon jeruk sehat tersebut. Jadi kumbang merupakan vektor penyakit Diplodia.

Cara penyebaran patogen yang lain adalah dengan inokulasi patogen ke cabang pohon melalui percikan air secara buatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui percikan air penyakit kulit diplodia pada jeruk Siam Banjar dapat ditularkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Semangun (2000), bahwa B. theobromae sebagai cendawan yang membentuk piknidium dapat diperkirakan bahwa konidium dipencarkan oleh air dan serangga.

Pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat membentuk struktur tahan. Pada kondisi kelembaban, nutrisi dan suhu tinggi, patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman. Penetrasi yang sudah berhasil selanjutnya akan terjadi kolonisasi dan jamur akan tumbuh dan memperbanyak pada jaringan tanaman inang  (Dwiastuti et al., 2004).

 

 

 

 

 

2.3 Bioekologi Penyakit Diplodia

Nama umum  : Botryodiplodia theobromae  Pat. [anamorph]

Kingdom : Fungi

Filum  : Mitosporic fungi

Kelas  : Coelomycetes

Botryodiplodia theobromae Pat., dulu dikenal dengan nama Diplodia natalensis P. Evans. Cendawan dapat membentuk piknidium yang tersebar, mula-­mula tertutup, kemudian pecah, dan berwarna hitam. Konidium berbentuk jorong dan mempunyai 1 sekat, berwarna gelap. Konidium terutama disebarkan oleh air dan serangga. Perkembangan dan tingkat serangan penyakit dipengaruhi oleh basah seperti jeruk Delima. Pandan wangi, jeruk Bali, dan jeruk ini juga rentan terhadap Diplodia kering.

Bertambahnya umur tanaman pada jenis jeruk tertentu meningkat ketahanannya tetapi pada jenis lain bisa menurun ketahanannya. Kekeringan yang terjadi secara tiba-tiba, pembuahan yang terlalu lebat dan pelukaan pada tanaman merupakan kondisi yang baik untuk berkembangan patogen. Di Indonesia penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan. Di luar negeri penyakit ini terdapat di Amerika Serikat, Kuba, India, Malaysia, dan Thailand.

Pada jeruk dikenal dua macam serangan Diplodia yaitu Diplodia "basah" dan Diplodia "kering".  Penyakit ini dapat menyerang akar, batang dan ranting dan dapat mengakibatkan busuk akar, busuk leher, dan mati ranting

Serangan Diplodia basah mudah dikenal karena tanaman yang terserang mengeluarkan blendok berwarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang tanaman. Kulit tanaman yang ter­serang setelah beberapa lama dapat sembuh kembali,     kulit yang terserang mengering dan mengelupas. Sering terjadi penyakit ber­kembang terus sehingga pada kulit terjadi luka-luka yang tidak teratur, kadang-kadang terbatas pada jalur yang sempit dan memanjang dan dapat juga berkembang melingkari batang atau cabang yang dapat menyebabkan kematian cabang atau tanaman. Cendawan berkembang diantara kulit dan kayu, dan merusak kambium tanaman. Kayu yang telah mati berwarna hijau biru sampai hitam.

Serangan Diplodia kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permulaan sukar diketahui. Kulit batang atau cabang tanaman terserang mengering, terdapat celah-celah kecil pada permukaan kulit dan bagian kulit dan batang yang ada di bawahnya berwarna hitam kehijauan. Pada bagian celah-celah kulit terlihat adanya massa spora cendawan berwarna putih atau hitam. Perluasan kulit yang mengering sangat cepat dan bila sampai menggelang tanaman menyebabkan menguningnya daun-­daun tanaman dan kematian cabang atau pohon.

2.4 Cara Pengendalian Penyakit Diplodia

Pengendalian diplodia dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : Untuk daerah pasang surut, penanaman jeruk sebaiknya dilakukan diatas tukungan/gundukan (Cahyani et al., 2013). Hal ini bertujuan agar pangkal batang tidak berada pada kondisi yang terlalu lembab dimana patogen jamur berkembang dengan cepat pada kondisi lembab tersebut. Perbaikan saluran drainase (Cahyani et al., 2013). Untuk mengurangi kelembaban yang tinggi, saluran drainase perlu dipelihara atau diperbaiki sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam mengalirkan air dari kebun sehingga tanah tidak terlalu lembab.

Sanitasi kebun untuk menjaga kebersihan kebun juga perlu kita lakukan. Caranya dengan membersihkan bagian tanaman jeruk yang terserang diplodia menggunakan sabut kelapa, sikat ijuk, karung goni, ataupun jerami. Untuk pencegahan, dianjurkan membersihkan seluruh bagian tanaman termasuk yang tidak terserang. Selain itu, sanitasi kebun juga dilakukan dengan memangkas batang, cabang dan ranting yang terserang dengan alat yang steril (Cahyani et al., 2013).

Alat yang digunakan seperti pisau, gunting pangkas, ataupun gergaji dianjurkan untuk disterilkan sebelum dan sesudah digunakan. Sterilisasi alat pertanian untuk menghindari penularan dapat menggunakan alkohol 70% atau natrium hipoklorit 10% (Direktorat Budidaya Tanaman Buah, 2006). Penyaputan/pelaburan bubur California. Penyaputan/pelaburan bubur california ini dilakukan 2 kali setahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan (Cahyani et al., 2013).

Pengurangan jumlah luas serangan penyakit diplodia menunjukkan bahwa, pengaruh pelakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Karena sebelum penelitian, dilakukan pembersihan seperti pembersihan gulma sekitar pohon, pembersihan pohon (batang, cabang atau ranting) dari blendok dan dari kotoran yang menempel, serta pemotongan tunas air. Sehingga kondisi tanaman dalam keadaan bagus, sehat, serta efektivitas penyerapan hara dan air juga bagus, akibatnya kondisi pertumbuhan tanaman sehat dan diduga lebih tahan terhadap serangan patogen dan lebih mampu bertahan terhadap perkembangan patogen yang sudah berada di dalam tanaman. Disamping itu pada setiap pengamatan blendok dibersihkan (disapu), dengan dibersihkannya blendok tadi akan mengurangi sumber inokulum dan juga mengurangi sumber makanan bagi vektor. Jadi dengan budidaya tanaman sehat pun mampu mengendalikan penyakit diplodia tersebut.


BAB III

PENUTUP

Penyakit Diplodia atau Blendok merupakan penyakit utama yang menyebabkan kematian pada batang dan cabang tanaman jeruk di Indonesia. Sebutan penyakit Blendok digunakan karena kebanyakan batang dan cabang yang terserang dan bereaksi mengeluarkan blendok. Penyebaran penyakit ini di Indonesia hampir di seluruh pertanaman jeruk, terutama yang telah berumur lebih dari 10 tahun dengan pemeliharaan yang kurang intensif. Serangan melingkar pada cabang dan batang utama menyebabkan kematian bagian tanaman diatas titik serangan, bahkan menyebabkan kematian tanaman.

Serangan penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat.) dipengaruhi beberapa faktor antara lain sumber inokulum, suhu, kelembaban, kebersihan kebun dan alat serta  varietas. Pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat membentuk struktur tahan. Pada kondisi menguntungkan yaitu pada kelembaban, nutrisi dan suhu tinggi, patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman. 

Pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk berkembang, patogen dapat membentuk struktur tahan. Pada kondisi kelembaban, nutrisi dan suhu tinggi, patogen akan segera berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman.

Pada jeruk dikenal dua macam serangan Diplodia yaitu Diplodia "basah" dan Diplodia "kering".  Penyakit ini dapat menyerang akar, batang dan ranting dan dapat mengakibatkan busuk akar, busuk leher, dan mati ranting

Serangan Diplodia basah mudah dikenal karena tanaman yang terserang mengeluarkan blendok berwarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang tanaman. Serangan Diplodia kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permulaan sukar diketahui. Kulit batang atau cabang tanaman terserang mengering,

Disamping itu pada setiap pengamatan blendok dibersihkan (disapu), dengan dibersihkannya blendok tadi akan mengurangi sumber inokulum dan juga mengurangi sumber makanan bagi vektor. Jadi dengan budidaya tanaman sehat pun mampu mengendalikan penyakit diplodia tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Asaad, M., Warda. 2004. Pengkajian pengendalian penyakit Diplodia pada jeruk siam. Prosiding Seminar Nasional dan Kontes buah jeruk Siam Nasional. Surabaya.

Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan. 2003. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2002/2003.

Cahyani R., Ami, Evy Oktavia, dan Nelly Saptayani. 2013. Pedoman Pengelolaan OPT Ramah Lingkungan pada Tanaman Jeruk dalam Iswari, Dwi, Anik Kustaryati, dan Issusilaningtyas Uswatun H (Penyunting). Direktorat Perlindungan Hortikultura, Jakarta.

Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2006. Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Pontianak. Jakarta, Direktorat Budidaya Tanaman Buah.

Djafaruddin. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Umum. Bumi aksara, Jakarta.

Dwiastuti, M.E., A. Triwiratno, O. Endarto, S. Wuryantini, Yunimar. 2011. Panduan Teknis Pengenalan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman jeruk. Balitjestro, Puslitbanghorti, Balitbangtan, Kementan, cetakan ketiga 2011. hal 60-62.

Semangun, H. 1996, Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan, pp 67-203, Gadjah Mada University Press, Yokyakarta.

Wardlaw, C. W.  2014. Observations on the Pycnidium of Botryodiplodia theobromae, Pat. Annals of Botany Journals vol 114: ISSN 1095-8290 – Oxford University Press. Print ISSN 0305-7364, Pp 226-238.

Supriyanto, A, , M. Sugiyarto, A. Triwiratno, O. Endarto, 1998, Laporan akhir Pengkajian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berbasis Pamelo di Kab Magetan. BPTP Karangploso.

Triwiratno, A., A. Supriyanto (1998) Pengkajian penerapan paket teknologi pengendalian penyakit blendok (Botryodiplodia theobromae Pat.) pada pamelo di kabupaten Magetan. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura, Fak Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta, 1999. Hal 196-205 ISBN 979-95874-0-9.

Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

Setiawan, A. I. 1993. Usaha Pembudidayaan Jeruk Besar. Penebar Swadaya. Yogyakarta.

Triwiratno, A. 2002, Pengendalian Penyakit Blendok (Botryodiplodia theobromae Pat.), Makalah pada Sosialisasi Penanggunlangan Eksplosi OPT Hortikultura, Legian Bali, 25-28 Nopember 2002, Direktorat Perlindungan Hortikultura.

Ruhiyati. 2005. Keanekaragaman Arthropoda pada Tanaman Jeruk Siam Banjar yang Terserang Penyakit Diplodia. Fakultas Pertanian. (tidak dipublikasikan)

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (cetakan ketiga). Gadjah Mada University Press, Jogjakarta

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGENALAN ALAT-ALAT NEMATOLOGI DAN STERILISASI TANAH

PEMURNIAN

MENGHITUNG KERAPATAN KOLONI BAKTERI DENGAN MENGGUNAKAN COLONY COUNTER